Rencana pencanangan mobil listrik sebagai pengganti mobil berbahan bakar fosil bisa jadi menemui beberapa kendala di lapangan. Mobil listrik yang memiliki banyak perangkat elektronik bisa mendatangkan bahaya atau akan terganggu bila bersinggungan dengan infrastruktur tertentu khususnya yang bermuatan listrik juga.
Seperti dilansir CNN Indonesia, menurut pemaparan Eko Rudianto, Director Strategic & Technology Engineering Development Institut Otomotif Indonesia (IOI) di seminar mobil listrik dan otonom di Bogor, Sabtu (29/7), mobil listrik memungkinkan terganggu bila mendekati infrastruktur dengan voltase tinggi seperti trafo, sutet dan rel kereta api listrik.
Radiasi elektromagnetik dari infrastruktur itu dikatakan sanggup menimbulkan permasalahan pada mobil listrik hingga yang paling parah yaitu kebakaran.
Eko menyarankan bila Indonesia ingin menjadi hunian mobil listrik, maka perlu dikaji rute khusus buat mobil listrik yang tidak berdekatan dengan infrastruktur membahayakan. Selain itu dia juga merekomendasikan agar dilakukan pengaturan ulang jaringan kabel-kabel bertransmisi tinggi.
"Jalanan rute mobil-mobil yang selama ini ada tekanan voltase harus disingkirkan. Karena pada pemasangan (perangkat) listrik ini semua, maaf, pemasangan trafo, sutet, rel kereta api segala macam ini hanya untuk kebutuhan PLN saja, tidak pernah memikirkan ada mobil listrik yang lewat," kata Eko.
"Kalau mobil listrik lewat di situ, ini voltase tinggi bisa 'loncat' ke mobil dan mobil itu bisa 'meledak' baterainya. Jadi hati-hati. Jangankan mobil listrik, mobil biasa saja kalau menyebrang rel kereta api harus hati-hati karena itu memiliki voltase, elektromagnetik yang tinggi," ucapnya lagi.
Penyebab Potensi Mobil Listrik Mogok di Rel Kereta
Muhammad Nur Yuniarto, Kepala Peneliti Kendaraan Listrik Institut Teknologi Sepuluh Nopember menjelaskan mobil listrik memungkinkan kena dampak negatif bila berada di dekat insfrastruktur yang menghasilkan radiasi elektromagnetik seperti rel kereta api.
"Elektromagnetik bisa saling menginduksi, jadi kalau bersentuhan dengan yang bisa terinduksi nanti menimbulkan medan magnet dan bisa merusak komponen elektronika. Sebenarnya sudah ada caranya biar tidak jadi induksi, misalnya dikasih isolator alumunium foil untuk mendefleksikan radiasi," kata Nur saat dihubungi, Kamis (4/7).
Pada mobil, konvensional ataupun listrik, radiasi elektromagnetik dari rel kereta api sanggup bikin komponen elektronik mati seketika. Kerusakan yang ditimbulkan bisa bervariasi, tergantung komponen yang rusak.
Ini menjelaskan salah satu penyebab kejadian mobil tiba-tiba mogok ketika melintas rel kereta api. Mobil listrik yang membawa lebih banyak komponen elektronik punya potensi lebih tinggi kena dampak negatif.
Tes Radiasi Elektromagnetik
Meski disadari ada potensi gangguan, menurut Nur yang harus dibenahi adalah desain mobil listrik bukan mengubah infrastruktur. Kata dia, saat ini mobil listrik yang dijual di pasaran logikanya sudah lolos tes Electromagnetic Interference (EMI) dan Electromagnetik Compability (EMC).
Nur menjelaskan tes EMI dan EMC itu merupakan standar internasional yang bisa jadi acuan kemampuan mobil bekerja aman di lingkungan elektromagnetik.
"Harus lolos itu untuk menjamin supaya tidak terpengaruh tegangan tinggi, itu memang tantangan engineering, nanti ada prosedur tesnya. Asal produk lolos, mestinya sudah enggak ada masalah," ujar Nur.
Walau sudah berlaku internasional, Nur mengatakan pengujian radiasi elektromagnetik untuk mobil listrik yang akan dijual di Indonesia juga perlu dilakukan di dalam negeri. Hal ini didasari infrastruktur di Tanah Air tidak pasti semua sama seperti di luar negeri.
Menurut Nur Indonesia harus memiliki fasilitas riset dan pengembangan yang mengurusi masalah itu sekaligus menjadi sumber pengetahuan lokal untuk mengembangkan ekosistem mobil listrik.
Seperti dilansir CNN Indonesia, menurut pemaparan Eko Rudianto, Director Strategic & Technology Engineering Development Institut Otomotif Indonesia (IOI) di seminar mobil listrik dan otonom di Bogor, Sabtu (29/7), mobil listrik memungkinkan terganggu bila mendekati infrastruktur dengan voltase tinggi seperti trafo, sutet dan rel kereta api listrik.
Radiasi elektromagnetik dari infrastruktur itu dikatakan sanggup menimbulkan permasalahan pada mobil listrik hingga yang paling parah yaitu kebakaran.
Eko menyarankan bila Indonesia ingin menjadi hunian mobil listrik, maka perlu dikaji rute khusus buat mobil listrik yang tidak berdekatan dengan infrastruktur membahayakan. Selain itu dia juga merekomendasikan agar dilakukan pengaturan ulang jaringan kabel-kabel bertransmisi tinggi.
"Jalanan rute mobil-mobil yang selama ini ada tekanan voltase harus disingkirkan. Karena pada pemasangan (perangkat) listrik ini semua, maaf, pemasangan trafo, sutet, rel kereta api segala macam ini hanya untuk kebutuhan PLN saja, tidak pernah memikirkan ada mobil listrik yang lewat," kata Eko.
"Kalau mobil listrik lewat di situ, ini voltase tinggi bisa 'loncat' ke mobil dan mobil itu bisa 'meledak' baterainya. Jadi hati-hati. Jangankan mobil listrik, mobil biasa saja kalau menyebrang rel kereta api harus hati-hati karena itu memiliki voltase, elektromagnetik yang tinggi," ucapnya lagi.
Penyebab Potensi Mobil Listrik Mogok di Rel Kereta
Muhammad Nur Yuniarto, Kepala Peneliti Kendaraan Listrik Institut Teknologi Sepuluh Nopember menjelaskan mobil listrik memungkinkan kena dampak negatif bila berada di dekat insfrastruktur yang menghasilkan radiasi elektromagnetik seperti rel kereta api.
"Elektromagnetik bisa saling menginduksi, jadi kalau bersentuhan dengan yang bisa terinduksi nanti menimbulkan medan magnet dan bisa merusak komponen elektronika. Sebenarnya sudah ada caranya biar tidak jadi induksi, misalnya dikasih isolator alumunium foil untuk mendefleksikan radiasi," kata Nur saat dihubungi, Kamis (4/7).
Pada mobil, konvensional ataupun listrik, radiasi elektromagnetik dari rel kereta api sanggup bikin komponen elektronik mati seketika. Kerusakan yang ditimbulkan bisa bervariasi, tergantung komponen yang rusak.
Ini menjelaskan salah satu penyebab kejadian mobil tiba-tiba mogok ketika melintas rel kereta api. Mobil listrik yang membawa lebih banyak komponen elektronik punya potensi lebih tinggi kena dampak negatif.
Tes Radiasi Elektromagnetik
Meski disadari ada potensi gangguan, menurut Nur yang harus dibenahi adalah desain mobil listrik bukan mengubah infrastruktur. Kata dia, saat ini mobil listrik yang dijual di pasaran logikanya sudah lolos tes Electromagnetic Interference (EMI) dan Electromagnetik Compability (EMC).
Nur menjelaskan tes EMI dan EMC itu merupakan standar internasional yang bisa jadi acuan kemampuan mobil bekerja aman di lingkungan elektromagnetik.
"Harus lolos itu untuk menjamin supaya tidak terpengaruh tegangan tinggi, itu memang tantangan engineering, nanti ada prosedur tesnya. Asal produk lolos, mestinya sudah enggak ada masalah," ujar Nur.
Walau sudah berlaku internasional, Nur mengatakan pengujian radiasi elektromagnetik untuk mobil listrik yang akan dijual di Indonesia juga perlu dilakukan di dalam negeri. Hal ini didasari infrastruktur di Tanah Air tidak pasti semua sama seperti di luar negeri.
Menurut Nur Indonesia harus memiliki fasilitas riset dan pengembangan yang mengurusi masalah itu sekaligus menjadi sumber pengetahuan lokal untuk mengembangkan ekosistem mobil listrik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar